Isu Lingkungan Hidup Harus Dipolitisir
Pemilu 2014 semakin dekat, namun hingga saat ini belum ada partai
politik yang memiliki visi untuk mengatasi ancaman akibat perubahan
iklim. Sebagai negara berkembang, pemerintah Indonesia masih disibukkan
dengan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberantas kemiskinan,
meningkatkan mutu pendidikan, pemberantasan korupsi dan agenda lainnya
terkait pembangunan.
Maka ketika agenda-agenda tersebut belum dijalankan dengan maksimal,
isu perubahan iklim hanya menjadi isu saja dalam perhelatan
internasional. Isu perubahan iklim tidak terlepas dari isu lingkungan
hidup. Isu lingkungan hidup berbicara keamanan manusia. Keamanan
menyentuh nasib sekelompok manusia dan menyentuh keamanan personal
menyangkut kehidupan manusia secara individual.
Keamanan sekelompok manusia tergantung lima faktor yaitu: (1)
keamanan militer, (2) keamanan politik, (3) keamanan ekonomi, (4)
Kemanan masyarakat, dan terakhir (5) keamanan lingkungan hidup (Buzan,
1991).
Maka sudah selayaknya isu lingkungan hidup menjadi perhatian utama
dalam proses kebijakan menyangkut kepentingan masyarakat. Namun, isu
lingkungan hidup sepi dari hiruk pikuk politik. Isu lingkungan hidup
belum menjadi bagian dari visi misi partai politik.
Politisasi Lingkungan Hidup
Berbagai ancaman keamanan lingkungan hidup diantaranya ancaman
lingkungan hidup yang tidak disebabkan oleh aktivitas manusia. Contohnya
gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Ancaman lingkungan
hidup akibat aktivitas manusia. Salah satu contohnya adalah pembalakan
liar, pembakaran hutan sebagai tindakan pembukaan lahan dengan cara
membakar hutan.
Saya mencoba mengangkat contoh kasus terjadinya kabut asap yang
tengah terjadi di Riau yang kemudian menyebar ke Malaysia maupun
Singapura pun luput dari hiruk pikuk politik.
Di tengah hirup pikuk partai politik yang berupaya menyelamatkan
citra dan mengamankan kekuasaan, elit politik maupun partai politik
tidak melakukan upaya nyata untuk melakukan politisasi terkait kabut
asap.
Kabut asap yang hampir menjadi fenomena tahunan sejak tahun 1997,
berimplikasi negatif terhadap kesehatan bagi manusia yang terkena
serangan kabut asap. Pemerintah, elit politik maupun partai politik abai
untuk memperjuangkan hak masyarakat untuk menghirup udara sehat dan
menikmati sinar matahari bebas dari kabut asap.
Partai politik saat ini tidak memiliki terobosan dalam mengatasi
permasalahan lingkungan hidup. Partai politik pun tidak kritis dalam
menanggapi permasalahan terkait lingkungan hidup yang berdampak buruk
bagi masyarakat terutama masyarakat miskin. Apabila isu lingkungan hidup
mendapatkan politisasi maka akan berpengaruh luas terhadap kebijakan
umum, legislasi hingga penegakan hukum.
Isu lingkungan hidup tidak terlepas dari upaya penegakan hukum.
Hingga saat ini, pelaku perusakan hutan belum mendapatkan hukuman yang
berat. Pelaku perusakan lingkungan hidup perlu mendapat cap ‘penjahat
lingkungan’ setaraf dengan koruptor. Karena daya rusak penjahat
lingkungan akan berdampak dalam jangka waktu yang lama dan mengancam
korban jiwa dalam jumlah besar.
Isu lingkungan hidup hanya berupa slogan seperti “gerakan menanam
seribu pohon”, “jagalah lingkungan hidup” dan lainnya. Karena slogan
tersebut belum dapat menggerakkan segenap pemerintah, elit politik
hingga masyarakat untuk secara bersama-sama melakukan tindakan nyata
menjaga lingkungan hidup. Gerakan yang bersifat seremonial tidak dapat
membangun kesadaran bersama. Membangun kesadaran bersama memerlukan
waktu yang lama dengan gerakan dan politisasi isu lingkungan hidup.
Ancaman Perubahan Iklim
Dalam isu perubahan iklim, terkait hak-hak warga negara untuk
mendapatkan perlindungan dari negara. Perubahan iklim berdampak terhadap
kehidupan manusia : (1) keamanan pangan, (2) Peningkatan suhu udara,
(3) Peningkatan ketinggian air laut (4) Kesulitan penyediaan air, (5)
Perubahan cuaca ekstrim, (6) pengaruh terhadap kesehatan manusia
(Harper, 2004). Dampak perubahan iklim perlu mendapat perhatian serius.
Apabila dicermati, korban akibat dampak perubahan iklim adalah
masyarakat miskin dan berpendidikan rendah. Ancaman perubahan iklim pun
berimplikasi dengan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa golongan masyarakat yang rentan terhadap ancaman perubahan
iklim, diantaranya petani yang mengalami kesulitan bercocok tanam akibat
cuaca ekstrim; masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dan berprofesi
nelayan sangat rentan akibat ancaman peningkatan ketinggian air laut;
masyarakat yang tinggal di kawasan berbukit sangat rentan dengan ancaman
longsor. Isu perubahan iklim pun berbicara mengenai pelindungan dan
kesejahteraan masyarakat karena ancaman tersebut akan berimplikasi
terhadap korban jiwa dan kemiskinan absolut.
Ancaman perubahan iklim pun berpotensi menimbulkan konflik. Contohnya
apabila terkait air bersih. Apabila persediaan air bersih tidak
diantisipasi, maka masyarakat miskin harus membeli air dengan harga
mahal. Dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan konflik akibat
perebutan sumber air.
Sayangnya, isu perubahan iklim hanya nyaring di perhelatan
internasional dan menjadi kajian bagi akademisi, namun minim upaya nyata
untuk menyelamatkan masyarakat yang menjadi korban awal dari perubahan
iklim.
Pertanyaan terbesar apakah ancaman perubahan iklim sudah dipahami
bagi masyarakat yang tinggal di kawasan yang rentan akan bencana.
Istilah mitigasi maupun adaptasi tentu sulit dipahami bagi masyarakat
yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Maka politisasi isu lingkungan hidup maupun ancaman perubahan iklim
menjadi penting untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat luas daripada
sekedar politisasi mempertahankan kekuasaan untuk segelintir kepentingan
saja.
* Penulis adalah staf pengajar di Universitas Budi LuhurSumber : http://www.hijauku.com/2013/11/27/isu-lingkungan-hidup-harus-dipolitisir/
Komentar
Posting Komentar