Inspirasi dari Abah Dafa dan Tuan Guru
Abah Dafa
Tempat Tisu
Tuan Guru ketika menjadi Pembicara
Tuan Guru diwawancarai oleh para jurnalis NTB Dok: LPDS
Hmmm..hidup memang begitu indah dan tidak bisa diduga. Tidak sampai satu minggu, saya bertemu dengan orang-orang hebat yang begitu menginspirasi. Saking senengnya, saya ingin cepat-cepat menulis tentang ini di blog, walaupun sebenarnya saya sedang banyak deadline tugas, tapi menulis tentang profil Abah Dafa dan Tuan Guru ini penting sebagai dakwah sosial. Jujur saja, saya mulai bete dengan kalau lihat media sosial, watsapp grup yang isinya menyebarkan berita ga jelas bahkan hoak, please deh ga guna banget. Mending menyebarkan kebaikan, masih banyak orang-orang yang lebih penting untuk dibicarakan. Walah ko jadi curhat hahahah...Satu lagi curhatnya, saat menulis ini saya sedang di Mataram (trus? pengumuman :P)
Foto di atas adalah Abah Dafa, seorang supir angkutan umum di kota Bandung. Pertemuan saya dengan beliau tidak sengaja, saya pulang kuliah naik angkot (isilah populer dari angkutan kota) dan duduk di depan. Abah Dafa ini, saya perkirakan usianya sudah 60-an. Yang menarik ketika naik angkot, bagian jok depan dihiasi dengan hiasan yang terbuat dari bungkus kopi dan tempat tisu dari bungkus kopi. Singkatnya, dimulailah percakapan yang inspiratif ketika abah mengatakan "abah suka ngopi, tapi lama-lama kepikiran juga ini sampah-sampah plastiknya gimana, atuh lama-lama mah bisa nga-gunung sampahna". Dari pemikiran kritis abah tersebut, mulailah tiap mengkonsumsi kopi, bungkusnya dikumpulkan. Bahkan abah bermitra dengan beberapa warung nasi untuk mengumpulkan bungkus kopi. Bahkan abah menginstruksikan agar bungkus kopi digunting dengan benar agar dapat digunakan untuk membentuk kerajinan. Abah mengakui kemampuan untuk merakit kerajinan dari bekas bungkus kopi secara otodidak atau trial and error yang dilakukannya sore hingga menjelang malam hari sepulang abah menyupiri angkotnya. Abah mengatakan memang cukup melelahkan membuat kerajinan tetapi dirinya sangat menikmatinya karena membuat kerajinan di tengah berkumpul bersama keluarga terutama dengan para cucunya. Pertama kali abah membuat hiasan untuk galon air mineral yang diberikan secara cuma-cuma kepada ibu penjual warung nasi yang memberikan 1 kardus bungkus kopi. Tidak disangka, karya perdana abah jadi rebutan ibu-ibu untuk membeli karya Abah. Abah kemudian menghias angkotnya dengan hiasan di jok dan tempat tisu. Ternyata, reaksi penumpang beragam, bahkan banyak juga yang membeli secara langsung dan memesan produk yang bisa berbentuk tas, tikar, hiasan galon air mineral, hiasan jok mobil, jok motor. Semua karya abah berkreasi mengalir begitu saja. Termasuk saya, ikut memesan (niatnya menghargai niat baik beliau untuk melakukan daur ulang sampah plastik, menghargai karyanya ya harus membeli).
Hiasan Jok Mobil
Nah, setelah bertemu Abah, beberapa hari kemudian saya bertemu dengan Tuan Guru (istilah untuk ustad di Mataram). Tuan Guru bernama Hasanain Juaini merupakan pemimpin Pondok Pesantren Putri Nurul Haramain Lombok yang merupakan penerima anugerah Magsaysay pada tahun 2013 dan Kalpataru pada tahun 2016 karena konsistensinya terhadap pelestarian lingkungan hidup di Nusa Tenggara Barat (NTB). Saya berada di Mataram karena diminta untuk menjadi mentor bagi wartawan mengenai perubahan iklim. Kebetulan Tuan Guru menjadi salah satu pembicaranya. Bagi wartawan lokal, Tuan Guru sudah sangat dikenal karena kepeduliannya terhadap alam yang mengkampanyekan menanam pohon sebagai bentuk konservasi mengembalikan apa yang sudah diambil dari alam harus dikembalikan lagi ke alam begitu Tuan Guru mengatakan. Sebagai pemimpin Pondok Pesantren, visi Tuan Guru: Baik, Benar, Indah, Bermanfaat dan Makmur. Dengan misi: Bekerja keras mendidik calon warga negara yang kamil. Tujuan Tuan Guru tidak hanya dapat berkontribusi untuk Indonesia, namun juga bagi dunia maka Tuan guru memberikan slogan 'Nurul Haramain for the World'.
Tuan Guru mengatakan dalam mendidik anak-anak peduli terhadap lingkungan harus didahului dengan memberikan contoh nyata dan berusaha semaksimal mungkin mendekatkan anak-anak didik terhadap fakta sosial (wiih ini teori Emile Durkheim, sosiologi banget Tuan Guru). Kritikan Tuan Guru bahwa isu lingkungan hidup harusnya diawali oleh pemangku kebijakan yang paham isu lingkungan hidup agar kebijakan yang dihasilkan tidak menjadi penghasil kerusakan terhadap lingkungan hidup. Kearifan lokal harus diajarkan kepada masyarakat agar masyarakat mengerti manfaat yang didapatkan. Selain itu, Tuan Guru menekankan bahwa dalam melestarikan lingkungan hidup, manusia harus banyak menggunakan akal agar mampu menebus 'dosa' terhadap lingkungan hidup dan bertindak bijak.
Tuan Guru diwawancarai oleh para jurnalis NTB Dok: LPDS
Nah keren-keren kan profil Abah Dafa dan Tuan Guru. Hmm..saya pribadi, jadi mikir, saya udah ngapain ya? Nah negara kita butuh orang-orang hebat seperti ini, berpenampilan sederhana, berpikir cerdas dan bertindak luar biasa. Bangsa kita butuh banyak figur seperti ini..ayo kita tiru.
Komentar
Posting Komentar