Menelusuri Jejak Sang Jenderal di Malang


Hari ini saya ingin menulis catatan perjalan ke Malang beberapa waktu yang lalu, takut keburu lupa. Kebetulan tulisan ini, kena pancing tulisan seorang teman "Orang besar akan membicarakan gagasan, orang menengah membicarakan program sedangkan orang kecil membicarakan orang lain". Hmm, tulisan ini cukup membuat saya terhenyak, sudahkah kita jadi orang besar seperti dimaksud atau mungkin kita terlalu banyak bergunjing tanpa karya yang spektakular. Jadi lebih baik mengangkat orang besar yang mungkin bisa kita ikuti jejaknya.
Kebetulan saya teringat dengan  Jenderal Soedirman, jejaknya terdapat di 2 museum di Jogjakarta yaitu Monumen Jogja Kembali dan Museum Vredeburg (ada catatan singkatnya di blog ini yang berjudul "Jogja Berhati Nyaman (Jogja Jilid 2)". Beberapa waktu yang lalu, sebuah film nasional mengangkat film yang menceritakan perjalanan perjuangan Jenderal Soedirman. Sayang, dalam film itu, aktor pemeran Soedirman nya terlalu ganteng dan kualitas aktingnya, menurut saya, kurang pas untuk memerankan  tokoh Jenderal Soedirman. Padahal film itu menceritakan tentang perjalanan perjuangan Soedirman yang sepi dari perhatian, yang bertahan di tengah sakit namun tetap bersemangat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan RI.
Menyusuri jejak Panglima Jenderal Soedirman lainnya terdapat dalam Museum Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Museum Brawijaya telah dilakukan sejak tahun 1962 oleh Brigjen TNI (Purn) Soerachman (mantan Pangdam VIII/ Brawijaya tahun 1956-1962). Museum dibangun pada tahun 1967 dan selesai tahun 1968 (http://www.museumindonesia.com/museum/50/1/Museum_Brawijaya_Malang). 
Memasuki Museum Brawijaya, akan terlihat tank berjenis amfibi AM Track yang terletak tidak jauh setelah masuk dari pagar. Tank ini pernah digunakan oleh tentara Belanda yang hendak menduduki Malang. Namun kemudian upaya tentara Belanda mendapatkan perlawanan yang menyebabkan 35 orang anggota TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajara) meninggal dunia. Museum Brawijaya bertempat di Jalan Ijen yang tidak jauh dari jalan Pahlawan TRIP. Sepanjang komplek jalan Pahlawan TRIP akan banyak ditemui simbol perjuangan.


Ketika saya masuk ke Museum Brawijaya pada akhir tahun 2015, terdapat perbaikan pada pagar, namun tidak mengganggu pengunjung yang mendatangi museum tersebut. Tidak jauh setelah melewati tank, maka kita akan melewati patung dan data diri Panglima Jenderal Soedirman.



Namanya memasuki museum, suasana klasik terasa. Maklum lah, museum tersebut telah berdiri sejak tahun 1960-an, maka terasa aroma bangunan tua. Memasuki Museum Brawijaya gratis, tidak dipungut bayaran. Boleh foto-foto, namun yang tetap menjaga kebersihan dan ketertiban. 
Museum Brawijaya terdapat benda-benda sejarah dan  berbagai dokumentasi TNI dalam sejarah Indonesia. Di antaranya koleksi senjata seperti pistol, meriam, peralatan perang pasukan Brawijaya, senjata rampasan operasi Seroja di Timor Timur, hingga TNI yang mengamankan Indonesia dalam pemberontakan PKI berupa koleksi foto, dokumentasi pemberitaan. Namun di dalam museum tersebut, seolah ingin mengabadikan jejak sang Jenderal dengan memajang kata-kata bijak. 



Selain itu, di Museum Brawijaya terdapat sebuah Gerbong Maut yang terletak di belakang museum. Adapun Gerbong tersebut merupakan peninggalan kolonial Belanda yang menjadi saksi sejarah meninggalnya para tawanan yang merupakan para pejuang Indonesia, yang saat itu hendak dipindahkan dari Penjara Bondowoso ke Surabaya pada tahun 1947. Gerbong tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Gerbong ini terbuat dari baja, tanpa ventilasi udara yang mengangkut 100 orang penumpang pada siang hari. Kebayang kan gimana panas dan pengapnya? Tragis. 


Komentar

Postingan Populer