Borneo Dream Part 2


Gambar di atas merupakan rumah Betang khas Kalimantan. Gambar itu diambil di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada Agustus 2016 lalu. Pulang Pisau merupakan kawasan industri sawit, jadi rumah itu menandakan kepemilikan lahan sawit. Waktu saya mendatangi tempat tersebut, masih terlihat bekas-bekas kebakaran lahan gambut tahun 2015. Coba lihat airnya, berwarna hitam, bukan karena kotor, karena di lahan gambut biasanya airnya berwarna hitam tapi tidak pekat seperti air yang terkena pencemaran (jangan nanya kenapa air di lahan gambut warnanya hitam. nanya aja ke pakarnya ya hahaha).
Ceritanya saat itu, saya hendak bermalam di Dusun Tanjung Pusaka. Namun sebelumnya harus melewati Pulang Pisau (luas banget, saya ga kebayang betapa menyeramkan dan sedihnya ketika kawasan ini mengalami kebakaran) dan harus menyebrang Sungai Kahayan. Tetapi, saya mengagumi jembatan dan rumah Betang yang terbuat dari kayu ulin. Yang memiliki daya tahan cukup lama. Namun, sayangnya kayu ulin sekarang sulit ditemukan akibat kerusakan hutan. Maka, sederhananya teknologi pembangunan rumah masyarakat lokal tergantung dengan kondisi alam.
Sambil membaca blog ini, mungkin akan terasa aroma Borneo sambil mendengarkan musik instrumen ini.

                                        https://www.youtube.com/watch?v=HdeH4m1q9kU

Umumnya kehidupan masyarakat di Dusun Tanjung Pusaka bermatapencaharian sebagai nelayan dan pekebun. Kebakaran hutan dan lahan berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, sehingga apabila terjadi kebakaran usaha mencari ikan dan berkebun akan mengalami kendala. Namun, warga juga menekuni usaha ekoturisme dengan memanfaatkan Danau Bagantung yang merupakan area konservasi dan tempat mencari ikan bagi warga luar dusun yang dipungut bayaran.
Umumnya untuk mandi dan mencuci, warga melakukannya di sungai, maka sebelum mandi ataupun buang air, harus mengambil air dan masuk ke ruang beratap atau tidak beratap yang berdinding kayu yang di bawahnya terdapat lubang untuk buang air. Karena lokasi MCK (Mandi Cuci Kakus) terletak di pinggir sungai, maka apabila berada di dalamnya dan kebetulan bertepatan dengan orang yang turun dari perahu melewati jalan, maka MCK pun akan bergoyang..hahaha pengalaman yang seru.
Bagi, masyarakat modern yang biasa mandi di kamar mandi dan mencuci di wastafel atau menggunakan mesin cuci, akan kurang cocok dengan kondisi tersebut. Bahkan, akan terasa sedikit 'jijik' karena semua aktivitas dilakukan di sungai. Tapi, hebatnya orang-orang di sana tetep sehat dan ikan-ikannya juga besar-besar. Memang ya daur hidup alami itu lebih oke. Kalau kehidupan masyarakat lokal dianggap terbelakang, lantas apa masyarakat modern kehidupannya lebih baik. Nyatanya kehidupan modern membawa banyak masalah, terutama kerusakan lingkungan hidup. Maka, ini tergantung dari perspektif mana memandang. Oiya, satu lagi, di Dusun Tanjung Pusaka belum dilengkapi fasilitas listrik. Jadi kalau malam hari, warga ingin nonton tv, harus menggunakan genset selama 2 jam. Umumnya, tontotan yang disukai warga adalah sinetron. Maka, tak heran, banyak nama anak-anak yang sama dengan bintang sinetron. Ketika saya tanyakan, apakah sudah mendatangi PLN meminta dipasangi listrik? jawaban ketua RT, sudah sering, sampai bosan mengeluh terus tapi belum dipasangi listrik dengan alasan yang engga jelas.

   Saya menumpang motor warga setempat membelah Pulang Pisau menuju ke Sungai Kahayan

                                                                       Sungai Kahayan
                                                                              MCK

                                                                     Rumah Betang


Anak-anak di Dusun Tanjung Pusaka di sore hari

Jalan-jalan keluar kota, kurang pas kalau belum ke museum. Di Palangkaraya ada museum Balanga yang keadaan gedungnya lumayan apik karena merupakan gedung yang baru dipugar yang terletak di pinggir jalan dan bebas macet (di Palangkaraya kemana-mana deket, karena bebas macet). Tiket masuknya murah cuma Rp 2.500,00. Tapi walaupun tiket semurah itu, kalau ngobrol dengan petugas, banyak pejabat yang datang dengan rombongan ga mau bayar tiket semurah itu. Sementara, pemasukan dari tiket tersebut tidak mampu menutupi operasional. Yah ini dilematis operasional museum, makanya ayo ramein museum. Oh iya, di museum Balanga ini banyak informasi mengenai adat Dayak, seperti rumah, teknologi sederhana khas Dayak, hingga pakaian Adat. Sayang, perjalanan saya ke Kalimantan Tengah sangat singkat. Semoga ada kesempatan menjelajah ruang Borneo yang lain.























Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer