Mengatasi Sampah Dengan Serius

                                http://posters-for-good.tumblr.com/post/35197409410/how-long-until-its-gone

Masalah pengelolaan sampah menjadi hal yang serius yang akan memiliki implikasi negatif baik saat ini maupun masa yang akan datang. Sampah akan menyebabkan konflik, banjir, pencemaran air, maupun ancaman gangguan kesehatan yang menurunkan kualitas hidup masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan 250 juta jiwa dengan produksi sampah individu per hari mencapai 0,7 kg, maka timbunan sampah nasional mencapai sekitar 175.000 ton per hari (Antara, 2015)
Permasalahan pengelolaan sampah di tingkat dasar terkait dengan pengelolaan sampah belum efektif karena terkait dua hal, diantaranya minimnya intervensi pemerintah dan kurangnya kesadaran akan pemilahan sampah di level masyarakat. Maka volume sampah setiap harinya semakin bertambah banyak, apalagi produksi konsumsi tinggi, maka problem berikutnya adalah penyediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang diharapkan bertambah. Namun, TPA merupakan jenis pembuangan sampah dengan sistem yang sangat konvensional yaitu sekedar ditumpuk saja. TPA pun memicu potensi yang membahayakan, contoh kasus pada Februari 2005, terjadi longsor sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi, Kabupaten Bandung Barat yang menewaskan 157 jiwa. Longsoran sampah tersebut berasal dari sampah anorganik seperti plastik, gabus, kayu hingga sampah organik (Kompas, 2011). Selain itu, TPA pun seringkali menjadi pemicu konflik, terutama permasalahan volume sampah yang membengkak di Jakarta yang kemudian sampah tersebut harus ‘dititipkan’ ke TPA Bantargebang, Bekasi karena minim lahan di ibukota. Permasalahan ini seringkali bergulir menjadi riak konflik penolakan warga Bekasi, ‘penyanderaan truk sampah’ hingga menjadi kisruh politik untuk elit politik di Jakarta dan Bekasi. Tidak hanya itu, upaya membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Bojong, Kabupaten Bogor pada tahun 2004 pun menyebabkan konflik ketika warga dari tujuh desa menolak dan merusak maupun membakar bangunan TPST. Hal tersebut karena minimnya sosialisasi dari pemerintah setempat dan kesalahpahaman dari warga.
Maka pengadaan TPA maupun TPST perlu pengkajian kembali karena di masa depan solusi yang dibutuhkan adalah implementasi nol sampah dengan mengolah dan mendaur ulang sampah agar meningkatkan nilai tambah sampah.
Bagaimana dengan permasalahan sampah lainnya? Musim penghujan pun membawa kekhawatiran akibat ancaman banjir. Dari berbagai faktor, salah satu pencetus utama yang kurang mendapatkan penanganan serius dari pemerintah maupun kurangnya kesadaran dari masyarakat yaitu sampah atau kebiasaan ‘nyampah’. Salah satu contohnya, Harian ini pada tahun 2014 pernah menurunkan berita mengenai banjir di ibukota. Salah satunya mengenai terhalangnya empat pintu air di Karet akibat sampah berpotensi menyebabkan peningkatan tinggi muka air di segmen Manggarai-karet.
Maka, yang diperlukan saat ini adalah menganggap permasalahan sampah secara serius dengan intervensi pemerintah dan masyarakat harus didorong untuk sadar mengurangi kebiasaan “nyampah”. Namun, beberapa kelompok masyarakat pun turut memberikan perhatian dan upaya nyata sebagai solusi masalah ini.

Meningkatkan Partisipasi Publik
Era demokrasi membutuhkan implementasi pemerintahan yang baik dan transparan, namun membutuhkan keterlibatan aktif dari masyarakat untuk mendukung program pembangunan. Maka, intervensi pemerintah yang diharapkan melibatkan partisipasi publik termasuk mendidik dan mengubah kebiasaan publik. Banyak contoh bagaimana memaksimalkan sampah untuk menjadi barang komersil yang bernilai. Contohnya implementasi Bank sampah baik di beberapa perguruan tinggi hingga lokasi pemukiman warga ataupun yang dibentuk oleh komunitas masyarakat. Dari Bank Sampah ini menjadi tempat untuk menyediakan material plastik, kertas ataupun kartun yang dapat diolah kembali menjadi aksesoris maupun perlengkapan kebutuhan sehari-hari seperti tas, dompet ataupun perkakas lainnya. Kemudian konsep memanfaatkan sampah organik menjadi biogas. Teknologi biogas yang berasal dari kotoran hewan ternak yang dapat menghasilkan ketersediaan pupuk. Selain itu, terdapat Biomethagreen merupakan konsep pengelolaan sampah di tempat melalui instalasi untuk energi alternatif untuk memasak. Penemuan ini digagas oleh akademisi dari Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran, Muhammad Fatah Wiyatna. Contoh ini merupakan satu contoh dari banyaknya keterlibatan individu ataupun komunitas dalam pengelolaan sampah yang memiliki nilai tambah. Media seringkali mengangkat profil mengenai contoh-contoh seperti ini, namun sayang masing-masing bekerja secara parsial sehingga belum dapat membuat pembaharuan yang berdampak besar dan berkelanjutan.
Pemerintah perlu melakukan pendataan contoh-contoh dan efektifitas hasil dari publik terkait pengelolaan sampah yang tepat dan efisien sebagai data dan analisa untuk implementasi dan telaah kekurangan impelementasi untuk penyempurnaannya. Selain itu, pemerintah setiap daerah maupun nasional perlu mengumumkan data sampah daerah dan nasional. Hal ini penting, masalah volume sampah yang meningkat bukan indikasi kegagalan pemerintahan. Melainkan belum padunya sinergi pemerintah dan masyarakat. Maka, hal ini menjadi penting untuk membuka kesadaran masyarakat.


Kantong Plastik Berbayar
Awal tahun ini, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam mengeluarkan kebijakan ujicoba kantong plastik berbayar di 23 kota pada 21 Februari 2016. Intervensi ini diperlukan untuk memulai mengubah kebiasaan masyarakat sebagai pengguna kantong plastik yang berpotensi sebagai produsen sampah. Hal ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Namun, pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-KLHK) perlu untuk melakukan sosialisasi dengan gencar agar kebijakan ini diketahui maksud dan tujuannya oleh segenap masyarakat. Selain itu, pemerintah telah bermitra dengan Asosiasi pengusaha Ritel Indonesia untuk mendukung implementasi kebijakan kantong plastik berbayar. Kebijakan ini bukan bertujuan komersial, namun mendidik masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong  plastik dan menumbuhkan kesadaran moral untuk mulai membawa kantong belanja secara swadaya.
Walaupun penerapan kebijakan kantong plastik berbayar tidak serta merta akan mengubah kebiasaan masyarakat untuk memproduksi sampah secara drastis, namun upaya ini diperlukan untuk mengharuskan masyarakat memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan hidup secara nyata. Apabila kebijakan ini berjalan efektif, maka dapat diikuti dengan kebijakan pemerintah lainnya yang kemudian berdampak mengubah perilaku dan pola pikir terhadap sampah.


Komentar

Postingan Populer