Suka Nyampah? Lo Gw End..
Foto banjir di atas yang hampir setiap musim penghujan di kota Jakarta dan sekitarnya seakan menjadi agenda tahunan. Merujuk pada pertanyaan di atas, siapa yang salah? Paling gampang dan masuk akal adalah (hanya) menyalahkan pemerintah. Pertanyaan berikutnya, apakah masyarakat ga punya kesalahan? ya tentunya banyak, jadi semua pihak sama-sama salahnya. Tulisan ini bukan dibuat untuk menyalahkan atau menunjuk hidung, tapi untuk sama-sama berpikir (kalau masih mau diajak berpikir). Masalah perkotaan saat ini begitu kompleks. Kalau musim penghujan, hal yang paling diwaspadai adalah ancaman banjir. Bisa dengan gampang menyalahkan "gara-gara hujan mulu, jadi aja banjir". Ya, tapi kan tidak selalu hujan yang bisa disalahkan, yaitu perilaku. Misalnya hampir setiap jalan baik jalan kecil, jalan utama hingga jalan protokol bagaimana gorong-gorongnya? masih ada gorong-gorong atau tidak? Kalau ada, bagaimana keadaannya? Kemudian faktanya minim gorong-gorong, maka air limpahan hujan tidak dapat tertampung. Kalau ada gorong-gorong, ya penuh dengan sampah sehingga meluap menjadi genangan air hingga banjir. Fenomena sungai kita seperti apa sih? Ke beberapa kota di Indonesia hampir selalu saya temukan hal dan perilaku masyarakat yang sama? Apa itu? sungai penuh sampah dari sampah plastik, sampah pabrik, sampah rumah tangga, sampe yang lebih gila lagi ada kasur sampe lemari bekas di sungai, mungkin ke depan ada bangkai kendaaraan pula jangan-jangan. Terus saya seringkali menemukan orang-orang yang membawa plastik berisi sampah dan tanpa rasa berdosa membuang sampah itu ke sungai. Nah ini yang dinamakan NOMB (Not On My Backyard) alias bodo amat yang penting bukan di belakang gw. Pertanyaan berikutnya, bagi si gw bukan yang pertama tadi akan bertanya "elo buang sampah di belakang gw, jadi itu salah gwww? lo pikir gw apaan?" (yah itulah percakapan imajiner yang ada di pikiran nakal saya). Mungkin karena sungai kita seringkali di belakang rumah maka kalau buang sampah tentu tidak akan terlihat buruknya sungai. Coba kalau lihat di Eropa sungai di depan-depan pemukiman, bisa sampai mendayuh perahu melihat-lihat pemandangan. Kalau di negara kita, wisata ke sungai penuh sampah sama dengan uji indera penciuman dan indera penglihatan yang akan lebih menegangkan dibanding uji nyali.
Di saat isu yang mencuat saat ini yang digaungkan oleh PBB sehubungan dengan program MDGs (Millenium Development Goals) berakhir, maka akan segera dilanjutkan dengan SDGs (Sustainable Development Goals). Kalau MDGs intinya pemberantasan kemiskinan, kemudian meningkatkan hak akan pendidikan dasar dan hal lainnya, kalau SDGs levelnya lebih tinggi menjaga pembangunan agar tetap berlangsung dengan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya. Kalau mengingat SDGs, ke kondisi di negara kita, "lah ya kepriwe? piye? ora iso turu?" artinya gimana dong? bisa ga ya?" Jangankan menjaga keberlangsungan pembangunan dengan menjaga lingkungan hidup, hal dasar membuang sampah pada tempatnya saja sudah susah. Kebiasaan buruk ini pun tidak mengenal kasta dan kedudukan. Ga hanya masyarakat miskin, yang berpendidikan pun juga berperilaku yang sama. Kalau ke gerai ATM, ada tempat pembuangan sampah yang tidak harus memakan tenaga, kertas hasil transaksi dibuang begitu saja. Di lingkungan kampus pun juga tidak terlepas dari dosa membuang sampah sembarangan. Sampai di masjid pun, saya seringkali mendapati orang yang membuang sampah sembarangan. Ingin rasanya meminta yang bersangkutan untuk istigfar apa daya da aku mah apa atuh bukan mamah Dedeh dan bukan pula Aa Gym. Bagaimana di jalan raya? waah itu mah jangan ditanya, kebiasaan membuka jendela kemudian membuang sampah sembarangan. Andaikan saya ekstrimis, mungkin akan saya kejar, saya ketuk jendela mobilnya dan saya lempar sampah yang sudah dia buang. Tapi ga mungkin la yau, itu bukan cara yang baik. Cara yang baik ya memang butuh waktu dan proses. Harus ada proses penyadaran berkala, kampanye dimana-mana, fasilitas buang sampah yang memadai dan aturan hukum yang tegas terkait masalah sampah. Nah masalahnya apakah pemerintah dan masyarakat kita sudah mau berubah perilakunya? Jawabannya inilah yang menjadi tantangan. Ide sederhana Walikota Bandung Ridwan Kamil (saya bukannya ngefans, tapi kebijakannya yang baik saya pikir tepat dijadikan contoh) seperti angkutan kota alias angkot maupun kendaraan pribadi di kota Bandung harus memiliki tempat sampah. Jadi sok ulah miceun sampah di mana wae atuh (jadi jangan buang sampah sembarangan ya).
Komentar
Posting Komentar