Melancong ke Negeri Jiran

Malaysia, negeri jiran itu istilah untuk orang Indonesia kebanyakan terhadap negara tetangganya. Namanya hubungan negara tetangga kadang mesra kadang bergejolak. Gejolaknya menyangkut daerah perbatasan hingga klaim budaya. Tapi normal, hubungan manusia pun akan selalu berkonflik. Kalau dalam bahasa Hubungan Internasional (HI) memang dunia menjadi anarki karena negara-negara akan mengutamakan kepentingan nasionalnya. Et daahh..ini kan ga lagi kuliah HI keleus. Ya ga apa-apa biar terkesan gimana gitu (pencitraan banget).
Awal tahun 2013, saya ke Malaysia dengan rombongan teman-teman dari tempat kerja. Tulisan ini saya tulis setelah kemarin saya pulang dari luar kota dan HP saya sering nge-hang mungkin karena kebanyakan foto (foto objek loh, soalnya saya ga suka selfie. loh ko penting banget ya harus dikonfirmasi). Saya teringat dulu waktu masih menjadi reporter kumpulan dokumentasi di Kampung Naga, Tasikmalaya; keliling Sumatera Utara; keliling Sumatera Barat; Kerinci, Jambi hingga Cilacap, Jawa Tengah raib setelah Handphone nya menghembuskan nafas terakhir. Jadi daripada menyesal tidak terdokumentasikan, maka saya menulis perjalanan ke Malaysia. Kebetulan lainnya, suami saya tengah menyelesaikan membaca dokumenter perjalanan kolonial ke Pulau Run. Singkatnya, suami saya bercerita bagaimana negara-negara maju sekarang yang dulunya penjajah maju karena memiliki pencatatan dan dokumentasi yang utuh. Sehingga bisa diwariskan ke generasi selanjutnya untuk dipelajari, dikaji hingga menjadi bukti sejarah kebesaran mereka. Trus apa hubungannya dengan saya? Ada (maksa biar terkesan ada hubungannya)..Kata seorang teman: "teruslah menulis, maka akan abadi". Tentu bukan saya hidup selamanya, tapi tulisan ini akan bisa dibaca sampai kapan pun, semoga ada yang berkenan membaca.
Perjalanan ke Malaysia diawali dengan perjalanan ke Melaka. Melaka merupakan wilayah dari negara bagian Malaysia yang terletak di semenanjung pantai barat daya. Pada abad ke-16 dikuasai Portugis dan terdapat bangunan klasik yaitu Gereja St Paul. Kemudian pada abad ke-18 dikuasai Belanda dan gereja tersebut dikenal dengan nama Christ Church. Selanjutnya pada abad ke-19 beralih di bawah pengendalian Inggris. Waduh dasar negara kolonial ga hanya menduduki negara-negara lain, sesama negara kolonial aja saling berebut. Gereja ini unik berwarna merah yang konon batu bata merah jambu berasal dari Belanda. Gereja ini merupakan situs bersejarah yang dilindungi oleh pemerintah Malaysia.


                                                         
Tidak jauh dari situs gereja tersebut terletak taman yang asri dengan bunga berwarna-warni, namun berebut dengan banyaknya pedagang kaki lima di sekitar kawasan tersebut yang menjajakan suvenir. Sehingga jadi ga leluasa memandangi situs bersejarah ini. Selain itu, tidak jauh sari situs ini banyak becak berwarna-warni dan cukup berisik karena memutarkan lagu cukup kencang yang dapat mengantar para wisatawan untuk berkeliling Melaka. Namun, jangan lupa pakai kacamata hitam (jangan pakai kacamata renang, apalagi pakai kacamata kuda, berbahaya) dan menggunakan sunblock karena temperatur udara di Melaka cukup panas. Ya, karena kota ini merupakan kota pelabuhan. Kalau di Indonesia, temperaturnya mirip seperti di Cirebon dan Surabaya yang keduanya merupakan kota pelabuhan. Bangunan Statdhuys dan kota A`Famosa menjadi bukti berkembangnya Melaka sebagai bandar pelabuhan penting. Kemudian terdapat masjid (yang sayangnya saya tidak mengabadikan fotonya) sebagai bukti pedagang Arab yang menyebarkan Islam di kawasan tersebut. Selain itu, di wilayah Statdhuys (yang berciri bangunan berwarna merah terletak berdekatan dengan Christ Church) terdapat Memorial Pengisytiraharan Kemerdekaan yang mencatatkan nama-nama pahlawan yang mempertahankan Melaka dari tangan penjajah. Selain itu, terdapat kawasan China town di Melaka. Kawasan Melaka menarik untuk dikunjungi, karena kaya akan peninggalan sejarah dan penataan kawasan wisata yang unik.






Setelah berpusing-pusing (berjalan-jalan) di Malaysia, selanjutnya kita akan memasuki kawasan Putrajaya. Sejujurnya, saya sangat menikmati perjalanan keliling Malaysia, karena pemandangannya indah, langitnya biru (kalau di Jakarta langitnya kan butek udah terlalu banyak polusinya), infrastruktur transportasinya baik, dan bersih. Malaysia berkembang cukup pesat dan cukup ramah bagi wisatawan untuk berkunjung ke Malaysia yang memiliki slogan pariwisata: 'Malaysia Truly Asia'. 
Putrajaya merupakan pusat administrasi pemerintahan federal Malaysia yang terletak 25 km arah selatan Kuala Lumpur (atau yang populer disebut KL, bacanya Ke el, bukan Ki el). Saya hanya dapat memandangi dari bis saja. Saya keliling hanya ke Masjid Putra yang masjidnya indah, megah dan keren banget. Satu lagi, masjidnya sangat bersih. Masjid Putra didirikan pada tahun 1997 dan berdiri dua tahun setelahnya. Apabila ingin memasuki bagian dalam Masjid Putra, harus menggunakan pakaian sesuai syariat. Untuk wanita apabila tidak menggunakan gamis, maka harus menggunakan jubah berwarna merah yang dapat dipinjam tidak jauh dari pintu masuk Masjid Putra. Kalau nekat masuk tanpa busana yang layak, maka akan diberhentikan oleh petugas Masjid tersebut.





Jalan-jalan terakhir akan ditutup dengan lawatan ke Gua Batu Caves. Batu Caves merupakan bukit kapur yang memiliki gua dan serangkaian gua. Terletak di Distrik Gombak, 13 km dari Utara KL. Dalam Gua Batu Caves terdapat salah satu kuil Hindu India yang populer dan sering menjadi situs ziarah maupun festival keagamaan untuk umat Hindu. Untuk melalui kuil harus menaiki sebanyak 272 anak tangga (dan saya ga mampu sampai ke kuil, kalau ga salah saya sampai anak tangga 100-an). Yang unik dari Gua Batu Caves adalah patung setinggi 42,7 meter yang berwarna emas yang merupakan patung Murugan yang merupakan dewa Hindu. Memasuki kawasan Batu Caves akan berterbangan burung-burung dan monyet yang banyak terdapat di kawasan Gua tersebut. Satwa-satwa tersebut tidak mengganggu seolah memperlihatkan harmonisasinya dengan alam dan manusia.




Ternyata tulisan ini memperlihatkan foto-foto rumah ibadah untuk Islam, Katolik maupun Hindu. Lihat Malaysia mengemasnya dengan baik selain hubungan umat beragama terjalin baik, untuk wisatawan mendapatkan pengalaman rohani selain pengalaman jalan-jalan. Maka, perbedaan di Malaysia menjadi indah untuk gambaran kehidupan antarumat beragama yang baik.

Komentar

Postingan Populer